Senin, 19 Desember 2011

TEORI KULTIVASI
Teori kultivasi (cultivation theory) pertama kali dikenalkan oleh Profesor George Gerbner ketika ia menjadi dekan Annenberg School of Communication di Universitas Pennsylvania Amerika Serikat (AS). Tulisan pertama yang memperkenalkan teori ini adalah “Living with Television: The Violenceprofile”, Journal of Communication. Awalnya, ia melakukan penelitian tentang “Indikator Budaya” dipertengahan tahun 60-an untuk mempelajari pengaruh menonton televisi. Dengan kata lain, ia ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan, dipersepsikan oleh penonton televisi itu?. Itu juga bisa dikatakan bahwa penelitian kultivasi yang dilakukannya lebih menekankan pada “dampak”.

Menurut teori kultivasi ini, televisi menjadi media atau alat utama dimana para penonton televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur dilingkungannya. Dengan kata lain, persepsi apa yang terbangun di benak Anda tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Ini artinya, melalui kontak Anda dengan televisi Anda belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adat kebiasannya.
Teori kultivasi ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi televisi dan audience, khususnya memfokuskan pada thema-thema kekerasan di televisi. Tetapi dalam perkembangannya, ia juga bisa digunakan untuk kajian di luar thema kekerasan. Misalnya, seorang mahasiswa Amerika di sebuah Universitas pernah mengadakan pengamatan tentang para pecandu opera sabun (heavy soap opera). Mereka yang tergolong pecandu opera sabun tersebut lebih memungkinkan melakukan affairs (menyeleweng), bercerai dan menggugurkan kandungan dari pada mereka yang bukan termasuk kecanduan opera sabun (Dominic, 1990).

Teori Kultivasi memusatkan perhatiannya pada pengaruh media komunikasi, khususnya televisi, terhadap khalayak. Televisi merupakan sarana utama masyarakat untuk belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adapt kebiasaannya.
Teori kultivasi berasumsi bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan. Misalnya, pecandu berat televisi menganggap kemungkinan seseorang untuk menjadi korban kejahatan adalah 1 berbanding 10. Dalam kenyataannya, angkanya adalah 1 berbanding 50. Pecandu berat mengira bahwa 20% dari total penduduk dunia berdiam di Amerika Serikat. Kenyataannya hanya 6%. Pecandu berat percaya bahwa persentase karyawan dalam posisi manajerial atau professional adalah 25%, kenyataannya hanya 5%.

Bahkan dengan memakai kacamata kultivasi, ada perbedaan antara pandangan orang tua dengan remaja tentang suatu permasalahan. Melalui perbedaan kultivasi, orang tua ditampilkan secara negatif di televisi. Bahkan para pecandu televisi (terutama kelompok muda) lebih mempunyai pandangan negatif tentang orang tua dari pada mereka yang bukan termasuk kelompok kecanduan. Mengapa ini semua terjadi? Karena sebelumnya, televisi telah memotret atau selalu menampilkan sisi negatif dari orang tua. Misalnya, bagaimana mereka sering terlihat kolot dalam memahami dan menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan anak muda. Seolah, para pecandu televisi ini tidak sadar bahwa televisi punya banyak pengaruh terhadap sikap dan perilaku mereka.
Williams mengomentari hal yang sama, “Orang yang merupakan pecandu berat televisi seringkali mempunyai sikap stereotip tentang peran jenis kelamin, dokter, bandit atau tokoh-tokoh lain yang biasa muncul dalam serial televisi. Dalam dunia mereka, pembantu rumah tangga mungkin digambarkan sebagai wanita yang hidup palimg menderita. Perwira polisi menjalani hari-hari yang menyenangkan. Pejabat-pejabat pemerintahan adalah orang yang munafik.
Tentu saja, tidak semua pecandu berat televisi terkultivasi secara sama. Beberapa lebih mudah dipengaruhi televisi daripada yang lain (Hirsch, 1980). Sebagai contoh, pengaruh ini bergantung bukan saja pada seberapa banyak seseorang menenton televisi melainkan juga pada tingkat pendidikan, penghasilan, dan jenis kelamin pemirsa. Misalnya, pemirsa ringan berpenghasilan rendah melihat kejahatan sebagai masalah yang serius sedangkan pemirsa ringan berpenghasilan tinggi tidak demikian. Wanita pecandu berat melihat kejahatan sebagai masalah yang lebih serius ketimbang pria pecandu berat. Artinya, ada faktor-faktor lain di luar intensitas menonton televisi yang mempengaruhi persepsi kita untuk menerima gambaran dunia yang sebenarnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa televisi adalah media yang paling mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kehidupan.

Program acara sinetron yang diputar televisi swasta Indonesia saat ini nyaris segaram, misalnya Tersanjung, Pernikahan Dini, Kehormatan dan lain-lain. Masing-masing sinetron itu membahas konflik antara orang tua dan anak serta hamil di luar nikah. Para pecandu berat televisi akan mengatakan bahwa di masyarakat sekarang banyak gejala tentang hamil di luar nikah karena televisi lewat sinetronnya banyak atau bahkan selalu menceritakan kasus tersebut. Bisa jadi pendapat itu tidak salah, tetapi ia terlalu menggeneralisir ke semua lapisan masyarakat. Bahwa ada gejala hamil di luar nikah itu benar, tetapi mengatakan bahwa semua gadis sudah hamil di luar nikah itu salah. Para pecandu sinetron itu sangat percaya bahwa apa yang terjadi pada masyarakat itulah seperti yang dicerminkan dalam sinetron-sinetron.


Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa sebagai agen sosalisasi dan menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan televisi daripada apa yan mereka lihat sesungguhnya. Gerbner dan kawan-kawannya melihat bahwa film drama yang disajikan di televisi mempunyai sedikit pengaruh tetapi sangat penting di dalam mengubah sikap, kepercayaan, pandangan penonton yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya.

Televisi, sebagaimana yang pernah dicermati oleh Gerbner, dianggap sebagai pendominasi “lingkungan simbolik” kita. Sebagaimana McQual dan Windahl (1993) catat pula, teori kultivasi menganggap bahwa televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian sehari-hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Gerbner (meminjam istilah Bandura) juga berpendapat bahwa gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan.
Dengan kata lain, perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Jika adegan kekerasan itu merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, bisa jadi yang sebenarnya terjadi juga begitu. Jadi, kekerasan televisi dianggap sebagai kekerasan yang memang sedang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang bisa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang dipertontonkan di televisi akan dikatakan bahwa seperti itulah hukum kita sekarang ini.

4 sikap yang akan muncul berkaitan dengan keberadaan para pecandu (heavy viewer), yaitu:
1. Mereka yang memilih melibatkan diri dengan kekerasan
Yaitu mereka yang pada akhirnya terlibat dan menjadi bagian dari berbagai peristiwa kekerasan
2. Mereka yang ketakutan berjalan sendiri di malam hari
Yaitu merekayang percaya bahwa kehidupan nyata juga penuh dengan kekerasan, sehingga memunculkan ketakutan terhadap berbagai situasi yang memungkinkan terjadinya tindak kekerasan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa untuk tipe ini lebih banyak perempuan daripada laki-laki.
3. Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan hukum
Yaitu mereka yang percaya bahwa masih cukup banyak orang yang tidak mau terlibat dalam tindakan kekerasan.
4. Mereka yang sudah kehilangan kepercayaan
Yaitu mereka yang sudah apatis tidak percaya lagi dengan kemampuan hukum dan aparat yang ada dalam mengatasi berbagai tindakan kekerasan




















.


KESIMPULAN
Teori kultivasi (cultivation theory) pertama kali dikenalkan oleh Profesor George Gerbner ketika ia menjadi dekan Annenberg School of Communication di Universitas Pennsylvania Amerika Serikat (AS). Tulisan pertama yang memperkenalkan teori ini adalah “Living with Television: The Violenceprofile”, Journal of Communication. Awalnya, ia melakukan penelitian tentang “Indikator Budaya” dipertengahan tahun 60-an untuk mempelajari pengaruh menonton televisi. Dengan kata lain, ia ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan, dipersepsikan oleh penonton televisi itu?. Itu juga bisa dikatakan bahwa penelitian kultivasi yang dilakukannya lebih menekankan pada “dampak”.
Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu (penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari”.
Dalam hal ini, seperti Marshall McLuhan, Gerbner menyatakan bahwa televisi merupakan suatu kekuatan yang secara dominan dapat mempengaruhi masyarakat modern. Kekuatan tersebut berasal dari kemampuan televisi melalui berbagai simbol untuk memberikan berbagai gambaran yang terlihat nyata dan penting seperti sebuah kehidupan sehari-hari.Televisi mampu mempengaruhi penontonnya, sehingga apa yang ditampilkan di layar kaca dipandang sebagai sebuah kehidupan yang nyata, kehidupan sehari-hari. Realitas yang tampil di media dipandang sebagai sebuah realitas objektif.

4 sikap yang akan muncul berkaitan dengan keberadaanpenonton berat, yaitu:
1. Mereka yang memilih melibatkan diri dengan kekerasan
2. Mereka yang ketakutan berjalan sendiri di malam hari
3. Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan hukum
4. Mereka yang sudah kehilangan kepercayaan

1 komentar:

  1. Betway Casino 2021 - MapyRO
    The Betway Casino is an online gambling company based 목포 출장샵 out of 화성 출장마사지 Malta with offices 전주 출장샵 in Malta, UK and Gibraltar, UK. The company was founded in  제주도 출장마사지 Rating: 전주 출장샵 4.1 · ‎16 reviews

    BalasHapus